Total Tayangan Halaman

Jumat, 25 November 2011

Anak Perlu Tau Soal Keuangan




30 Nov 2009

Beberapa lama setelah penulis merasakan manfaat akan pentingnya pengetahuan akan pengaturan keuangan, penulis dan suami mencoba melibatkan anak2 dalam hal keuangan keluarga sesuai tingkat pemahaman mereka. Sungguh suatu kesempatan baik mengajarkan mereka dengan teori dan terpenting prakteknya.

Jajan diluar

Punya anak cowok, pasti tidak jauh dengan makan dan makan. Ada kebiasaan dalam keluarga bahwa anak2 boleh pesan apa aja ASAL dihabiskan. Tentunya sudah ada target budget sendiri sehingga mereka memesannya pun berdasarkan yang dianggarkan. Si kecil paling doyan udang. Biasanya 2 porsi sudah menjadi takarannya. Anak2 diminta menulis (kadang malah rebutan) dan menjelaskannya ke yang melayani. Begitu juga bila ditengah2 makan, ada pesanan makanan atau minuman tambahan. Selain itu, mereka terbiasa untuk bertanya dulu soal harga. Ini penting agar nantinya mereka bisa mengukur kemampuan beli dan keinginan membeli.

Jadi saat memesan hingga proses membayar, kami diskusikan. Harga sekian, rasa dan pelayanannya seperti ini....kira2 ok tidak. Anak2 jadi turut memahami...bahwa jajan pun ada budgetnya dan diupayakan kita memperoleh hasil maksimal.

Menambah uang saku

Awalnya, untuk anakku yang sulung sungguh perjuangan tersendiri. Diusianya yang kelas 4 sd ada ketidaknyamanan untuk berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenalnya apalagi meminta bantuan yang melayani bila sedang makan/jajan diluar. Sekarang??? Sangat Pede. Sudah bisa diminta hampir apa aja. Terutama penulis melibatkannya dalam kaitannya dengan usaha. Pesan kartu nama, spanduk usaha, stiker makanan, fotocopy, pasfoto,dll. Dari mulai diskusi pesanan hingga nego harga dan waktu. Bangga rasanya. Oya, ada satu lagi pembelajaran; menjual barang2 bekas ke pengumpul. Awalnya penulis menantang dia untuk menambah uang saku. Tantangan itu diterima dengan tanpa gengsi, terlihat upayanya mengayuh sepeda sambil membawa berkg2 karton bekas. Sukses dengan pengalaman pertamanya, kami selaku ortu membantu mengantarnya bila barangnya terlalu berat. Proses menimbang dan nego harga pun dilakukannya sendiri.

Baru aja, kuantar dia menjual pompa air bekas yang sudah dead....senyum2 dapat Rp. 75000 ....Padahal 2 hari lalu sempat cemberut ketika karton2 dan koran2 kami minta ijin ke dia untuk diberikan secara gratis ke pemulung tua. Lhaaaa, papanya tidak sampai hati melihat sang pemulung udah malam masih aja mengorek2 sampah. Si sulung mengatakan mungkin ini rejeki dari pemulung yang diberi gratis. Lha tadinya hanya dihargai Rp. 2700/kg, koq pembeli langganannya membulatkan menjadi Rp. 3000/kg. Mudah2an pengalaman ini bisa menjadi bekal berharga dimasa mendatang. Amin.
Beda dengan yang kecil. Kalo ini Pedenya over. hehheee...jadi kami tinggal mengajarkan cara yang lebih santun dan baik.

Saat ini yang sulung sudah mulai dilibatkan dalam persoalan2 usaha. Misalnya membantu membersihkan rumah yang akan dikontrakkan. Memasang papan dikontrakkan. Membagikan brosur. Membeli cat yang kehabisan. Transfer sejumlah dana, dan mengambil bukti pembayaran di developer adalah juga salah satu cara agar dia mengenal aktivitas2 investasi yang kami lakukan.
Membiasakan diri dengan atm

Sejak anak pertama kami duduk di SMP, papanya mulai sering melibatkannya untuk menemani mengambil dana di atm. Awalnya dia akan banyak komentar yang tidak perlu, yang protes duit papanya banyak tapi koq uang sakunya tidak naik2, minta dibeliin hp baru koq tidak dikabulkan, dll. Berawal dari komentar2 tsb, kami mulai masuk mengajarkan secara santai, dana itu akan lari kemana saja. Untuk beli beras, bayar uang sekolahnya, dll. Lalu dia akan melihat sendiri, dana yang banyak itu ternyata sudah ada rencana pemakaiannya. Bahwa uang sekolahnya cukup besar, demikian juga transportasinya sehingga itu menjadi harapan kami untuk lebih menghargai pengeluaran2 yang ada.

Dengan pengawasan papanya, dia diijinkan membantu mengantongi dana2 tsb saat diambil dari atm. Menurut penulis dan suami, anak yang terbiasa diberi kepercayaan besar memegang dana (walau hanya 10 menit dari atm hingga kerumah) menambah rasa percaya diri bahwa dia dipercaya memegang dana keluarga dan ikut bertanggung jawab. Terlebih, dia akan terbiasa dengan dana besar sehingga mental kayanya akan bertumbuh.

Suatu kali, (3 tahun setelah pengalaman pertamanya), dia bercerita saat papanya tidak ikut masuk ke ruang atm, ada seorang bapa yang membelalakkan matanya melihat dia mengambil dana yang cukup besar. Sambil tertawa dia berkomentar, mungkin bapa itu kaget dan menyangka yang tidak2. Disitu kami lalu memasukkan pemahaman, hal itu wajar, karena banyak anak muda sekarang yang menyalah gunakan kepercayaan untuk hal2 yang kurang benar. Hal itu harus dihindari.

Pengalaman lain, adalah saat dia kupegangin atm bergambar dirinya (sengaja gambarnya dia sedang memeluk sang adik, agar kedekatan itu hadir). Entah kenapa, dia terdorong untuk membeli jaket sekolahan tanpa ijin. Akhir bulan, penulis mengauditnya, sekalian memberi pemahaman bahwa itulah hebatnya atm, penulis bisa memonitor pengeluarannya. Sehingga kan ketahuan ada pengeluaran yang belum dilaporkan. Sengaja atmnya kami ambil dan simpan, sebagai proses pembelajaran bahwa dia masih harus lebih bertanggung jawab.

Saat lain, saat kami mengembalikannya, dia bertanya, koq ortunya masih berani memberi atm lagi. Kami jelaskan, kelalaian masa lalu bisa menjadi pelajaran berharga dan kami masih mempercayainya. Nyatanya benar sekali, sejak saat itu, dia lebih bertanggung jawab.

Ternyata ada banyak hal lain yang dia bisa belajar juga dari atm. Sempat dia menalangi pembelian bahan gambar untuk tugas sekolah, konsekwensinya, dia harus mengejar seorang teman yang " rada2 lupa" mengembalikannya. Sehingga dia bisa merasakan sungguh tidak enak mempunyai teman yang kurang bertanggung jawab, dan dia juga belajar bernego dengan teman lainnya yang meminta uluran waktu untuk pembayaran menunggu gajian ortunya. Nah disini, kami komentari bahwa dalam dunia nyata saat dia dewasa nanti ada hal2 spt itu. Kita harus selalu menimbang baik buruknya, berhati2 dan bertanggung jawab.

Berbohong soal uang
Ada masanya anak kurang jujur saat ditanya soal penggunaan uang, terlebih bila penggunaan tsb diluar kesepakatan. Misalnya bekal sekolah. Penulis berusaha menyediakan sarapan dan juga bekal berupa makanan berat yang biasanya mereka santap saat istirahat pertama atau kedua. Bila stok makanan tidak ada atau tidak sempat untuk menyiapkan bekal, sesuai kesepakatan penulis akan memberikan dana tambahan diluar jajan untuk dibelikan makanan berat.

Kadang godaan dari dalam dan luar sendiri, membuat dana tsb digunakan untuk membeli hal lain.Penulis tentunya segera mengingatkan alasan pemberian dana dan manfaat yang didapat dari bekal ataupun akibat jelek dari menghabiskan dana diluar rencana.

Pastinya ada perdebatan, terlebih anak penulis yang paling kecil. Argumennya sungguh membuat penulis harus ati2 untuk mencari kata2 yang tepat agar bisa diterima dengan baik.

Bohong yang lain adalah mengambil dana yang bukan miliknya. Ini pernah terjadi. Hehehe...dulu saat menjadi orangtua awal2, penulis dan suami melakukan kesalahan besar dengan membentak dan bahkan memukulnya, didorong oleh emosi dan ketakutan itu akan menjadi bibit jahat dikemudian hari. Nyatanya itu kurang efektif. Pada kelanjutannya, kami melibatkan komunikasi 2 arah dengan mengatakan bahwa perbuatan jujur harus diutamakan, terlebih dia sudah besar, dalam arti sudah menerima sakramen ekaristi (dalam agama Katolik, menerima sakramen ekaristi berarti sudah menerima sakramen tobat, yang salah satu artinya, dosanya udah ditanggung sendiri). Tuhan melihat dan penulis janji tidak marah bila dia mau jujur saat ini juga. Hehehee....dengan mata berkaca2, dia merogoh uang disakunya dan memberikannya. Syukurlah masih ada ketakutan akan Tuhan akibat perbuatannya yang salah.
Semudah itu....??? Tidakkk, karena kejadian ini sempat berulang dengan cara dan solusi yang sama.
Tidak lupa penulis memujinya langsung saat dia mengakui...

Namun, tentunya kami akan membahasnya lebih detil saat kondisi udah santai dengan cara memuji sikapnya saat itu dan tak lupa menggodanya. Jadi dia bisa merasakan bahwa ortunya tidak menyukai perbuatannya bukan dirinya.

1 komentar: